21. Siapakah sumber malapetaka? Sumber malapetaka adalah Setan di “dalam” diri manusia atau gangguan (Qs..38:41).
Hal ini bertentangan dengan:
Sumber malapetaka adalah kita sendiri (Qs.4:79).
Sumber malapetaka adalah Allah sendiri (Qs.4:78).
Sampai disini sudah ada 3 pertentangan, jadi total sudah ada 104 pertentangan.
Sumber malapetaka adalah Setan di “dalam”
diri manusia atau gangguan dalam QS 38:41 (Al Quran
surat Shâd [huruf shâd] ayat 41)
وَٱذْكُرْ
عَبْدَنَآ أَيُّوبَ إِذْ نَادَىٰ رَبَّهُۥٓ أَنِّى مَسَّنِىَ ٱلشَّيْطَـٰنُ
بِنُصْبٍۢ وَعَذَابٍ [٣٨:٤١]
Terjemahan bebas: Dan ingatlah akan hamba
Kami, Job, ketika di menyeru Rabbnya: “Bahwa setan menyentuhku dengan
ketidakberdayaan dan penderitaan.”
Sumber malapetaka adalah kita sendiri dalam QS 4:79 (Al Quran surat An Nisâ’ [wanita-wanita] ayat 79)
مَّآ
أَصَابَكَ مِنْ حَسَنَةٍۢ فَمِنَ ٱللَّهِ ۖ وَمَآ أَصَابَكَ مِن سَيِّئَةٍۢ فَمِن نَّفْسِكَ ۚ وَأَرْسَلْنَـٰكَ لِلنَّاسِ رَسُولًۭا ۚ وَكَفَىٰ بِٱللَّهِ شَهِيدًۭا [٤:٧٩]
Terjemahan bebas: Apa-apa yang menimpamu
itu suatu kebaikan, maka itu dari Allah. Dan apa-apa yang menimpamu itu suatu keburukan,
maka itu dari dirimu. Dan Kami mengirimmu bagi manusia sebagai seorang utusan.
Dan cukuplah Allah sebagai saksi.
Sumber malapetaka adalah Allah sendiri dalam QS 4:78 (Al Quran surat An Nisâ’ [wanita-wanita] ayat 78)
أَيْنَمَا تَكُونُوا۟ يُدْرِككُّمُ ٱلْمَوْتُ وَلَوْ كُنتُمْ فِى بُرُوجٍۢ
مُّشَيَّدَةٍۢ ۗ
وَإِن تُصِبْهُمْ حَسَنَةٌۭ يَقُولُوا۟ هَـٰذِهِۦ مِنْ عِندِ ٱللَّهِ ۖ وَإِن
تُصِبْهُمْ سَيِّئَةٌۭ يَقُولُوا۟ هَـٰذِهِۦ مِنْ عِندِكَ ۚ قُلْ كُلٌّۭ
مِّنْ عِندِ ٱللَّهِ ۖ
فَمَالِ هَـٰٓؤُلَآءِ ٱلْقَوْمِ لَا يَكَادُونَ يَفْقَهُونَ حَدِيثًۭا [٤:٧٨]
Terjemahan bebas: Di manapun kalian berada,
maut menghampiri kalian, meskipun kalian berada di benteng yang diperkuat. Dan
jika kebaikan menimpa mereka, mereka akan berkata: “Hal ini dari sisi Allah.”
Dan jika keburukan menimpa mereka, mereka akan berkata: “Hal ini dari sisi
kamu.” Katakanlah: “Segalah sesuatu dari sisi Allah. Maka berpalinglah dari suatu
kaum yang mereka itu sukar sekali diberi
pengertian dengan kata-kata.”
ULASAN:
Pada QS 38:41 Al Quran menginformasikan
perkataan Job bahwa dia diganggu setan dalam ketidakberdayaan dan penderitaan
yang dialaminya.
Pada QS 4:79 Al Quran menginformasikan bahwa
jika suatu kebaikan datang kepada manusia, maka itu datang dari (kasih sayang)
Allah. Dan jika suatu keburukan datang kepada manusia, maka itu adalah akibat
dari ulah manusia itu sendiri. Contohnya: penggundulan hutan. Jika dibiarkan,
makan akibatnya adalah malapetaka banjir.
Pada QS 4:78 Al Quran menginformasikan bahwa kematian
adalah ketetapan Allah yang tidak bisa pandang bulu di manapun berada.
Selanjutnya, jika suatu kebaikan datang kepada orang-orang degil, maka mereka
akan berkata bahwa hal itu datang dari Allah. Dan jika suatu keburukan datang
kepada orang-orang degil, maka mereka akan berkata bahwa hal itu datang dari
Muhammad SAW.
Ayat-ayat ini tidak membicarakan tentang
sumber malapetaka. Mari kita lihat apa yang disebut sebagai malapetaka atau
bencana. Secara umum orang arab mengenal istilah ini sebagai “mushîbah” (مصيبة) yang berasal dari kata kata kerja “shâba”
(صاب) yang berarti mengguyur,
mengenai sasaran atau datang turun. Dengan menambahkan imbuhan “a” maka kata
ini berubah menjadi kata kerja lain “ashâba” (أصاب) yang berarti menimpa, mengirim turun, menyebabkan celaka atau
hukuman. Kata “ashâba”ini yang digunakan dalam ayat-ayat ini. Mushîbah adalah
kata benda/sifat aktif dari kata ini yang berarti yang menimpa, yang
diturunkan, hukuman atau bencana. Berarti kata ini sebenarnya mempunyai konteks
yang netral dan hanya manusia saja yang mempersepsinya sebagai suatu keburukan.
Mari kita lihat definisi atau keterangan tentang kata-kata ini dalam Al Quran
pada ayat QS 64:11 (Al Quran surat At Taghâbûn [hari untung dan rugi] ayat 11):
مَآ أَصَابَ
مِن مُّصِيبَةٍ إِلَّا بِإِذْنِ ٱللَّهِ ۗ وَمَن يُؤْمِنۢ بِٱللَّهِ يَهْدِ قَلْبَهُۥ ۚ وَٱللَّهُ بِكُلِّ شَىْءٍ عَلِيمٌۭ [٦٤:١١]
Terjemahan bebas: Tidak ada mushîbah yang
menimpa kecuali dengan ijin Allah. Dan barangsiapa yang beriman kepada Allah,
Dia memberi petunjuk kepada hatinya. Allah mengetahui segala sesuatu.
Segala sesuatu terjadi karena ijin Allah.
Allah menimpakan sesuatu kepada manusia adalah untuk menguji keimanan manusia,
atau sebagai alat introspeksi atas hasil dari perbuatan manusia itu sendiri.
Terjadinya kadang bisa diprediksi manusia dan seringkali di luar dugaan
manusia.
Suatu peristiwa dapat dipersepsi sebagai suatu
kebaikan oleh manusia. Selanjutnya bagaimana sikap manusia terhadap kebaikan
itu. Bagi orang yang menutup (kebenaran), kebaikan itu adalah hak bagi dirinya
karena hal itu terjadi karena hasil dari usahanya atau paling tidak sebagai
kejutan yang tidak disangka-sangka, selanjutnya dia akan larut dalam
kegembiraan dan melupakan hal yang lain. Bagi orang yang beriman, kebaikan itu
adalah bentuk dari kasih sayang Allah terhadap dirinya dan bisa juga suatu
ujian, selanjutnya dia bersyukur kepada Allah dan selalu waspada. Bisa jadi
kebaikan itu, jika tidak disikapi dengan benar, akan berubah menjadi keburukan.
Contohnya kekayaan, jika orang terlalu larut dalam kegembiraan bisa jadi
kekayaan itu menjerumuskan orang kepada perbuatan tidak bermoral yang
menimbulkan bencana.
Demikian juga suatu peristiwa dapat dipersepsi
sebagai suatu keburukan oleh manusia. Bagi yang menutup (kebenaran), keburukan
itu ditanggapi dengan sikap negatif, yaitu akibat kesalahan orang lain, ketidak
adilan Tuhan, atau kebetulan saja mendapat nasib buruk. Sangat jarang yang
menganggap hal itu akibat perbuatan dirinya yang salah. Kadang juga mereka salah
dalam menyikapinya sehingga makin tenggelam dalam keburukan yang lebih parah.
Bagi orang yang beriman, keburukan itu bisa jadi merupakan teguran dari Allah
atas perbuatannya yang salah, dan bisa juga sebagai ujian untuk meningkatkan
keimanan baginya. Apapun itu, bagi orang beriman tentu ditanggapi dengan sikap
positif karena ada pelajaran di balik keburukan sehingga dia sabar menerima
keburukan itu dan terus berusaha memperbaiki diri. Bisa jadi keburukan itu
adalah kebaikan yang terselubung. Misalnya, seseorang mengalami kecelakaan
dalam perjalan menuju bandara. Ternyata kemudian, pesawat yang akan
ditumpanginya jatuh sehingga tidak ada penumpang yang selamat. Dengan demikian,
dia diberi kesempatan untuk bertobat dan berbuat baik.
Pada umumnya orang memandang kematian adalah
suatu hal yang buruk atau suatu bencana. Padahal, kematian adalah ketetapan
Allah, yang tidak dapat dipercepat atau ditunda, sebagai salah satu fasa
perjalanan manusia. Hal ini bisa merupakan karunia kebaikan dan bisa juga
merupakan bencana keburukan. Beruntung bagi yang mati dalam keadaan beriman, walaupun
mati dengan cara yang mengenaskan (dalam pandangan manusia lain), karena dia telah
melewati suatu proses yang akan mengantarnya menuju tempat yang dirindukannya.
Sebaliknya, merugilah bagi yang mati dalam keadaan kafir, walaupun mati dengan
tenang di pembaringan, karena dia masih ingin hidup di dunia tetapi dipaksa
menuju tempat yang.tidak mau dia datangi.
Lantas di mana peran setan? Dia bukanlah
sumber malapetaka, melainkan penggoda yang mengakibatkan orang lupa kepada
Allah melalui kebaikan dan keburukan tersebut. Jika seorang manusia mendapatkan
kebaikan, maka setan akan menggodanya untuk terus menikmati kebaikan tersebut
seolah-olah orang itu akan hidup selama-lamanya di dunia sehingga orang lupa
bahwa dia akan mati dan menghadapi pengadilan di akhirat. Jika seorang manusia
mendapatkan keburukan, maka setan akan menggodanya untuk mengingatkan manusia
akan ketidak adilan Allah sehingga makin larut dalam kesedihan atau menjerumuskan
orang itu melakukan perbuatan yang salah, misalnya merampok. Pada QS 38:41 Job
merasakan gangguan setan selama ketidakberdaayaan penderitaannya yang berasal
dari Allah untuk mengujinya dalam puluhan tahun, akan tetapi dia tetap ingat
Allah. Inilah sebabnya dia ditampilkan dalam Al Quran sebagai teladan bagi
manusia lainnya agar tidak tergoda setan sampai datangnya ketetapan Allah yang
lain.
No comments:
Post a Comment