Tuesday, June 9, 2015

Rabb (ربّ) = Ilâh (إلـٰه) = Tuhan?



Semua bahasa di dunia sepakat menerjemahkan kedua lafal bahasa arab ini sebagai "Tuhan/God" atau yang semakna dengan itu. Memang ada juga yang menerjemahkan lafal Rabb sebagai "Tuan/Lord" tetapi itu juga tidak memberikan perbedaan makna. Ternyata dalam Al Quran kedua lafal ini mempunyai implikasi spritual yang berbeda bagi pendengar atau pembacanya yang mengerti bahasa arab. Jika kita hanya mengandalkan terjemahan dan mengabaikan teks asli dalam bahasa arab, untuk dapat memahami Al Quran, maka kita tidak dapat menemukan atau merasakan perbedaan tersebut. Dengan demikian pemahaman tentang aqidah agama Islam akan terbatas kepada hal yang sudah diarahkan oleh terjemahan.

Sebelum membahas perbedaan kedua lafal ini, mari kita cermati tentang Tuhan. Baik ateis maupun beragama, mengakui terjadinya alam semesta, walaupun dengan manifestasi yang berbeda-beda. Di sini tidak akan membahas tentang itu. Bagi yang beragama, alam semesta ini tidak terjadi dengan sendirinya, melainkan ada yang berinisiatif menciptakan, yaitu yang secara umum dikenal sebagai Tuhan. Yang membedakan antara golongan manusia yang satu dengan golongan manusia yang lain adalah bagaimana mendefinisikannya dan cara penyembahannya.

Setiap bangsa atau bahasa mempunyai penamaan yang berbeda-beda bagi Tuhan. Penamaan Tuhan ini sangat penting sebagaimana penamaan bagi seorang manusia sehingga dapat dibedakan antara individu dengan dengan perannya. Bangsa yahudi mengenalnya dengan nama Yahweh atau Elohim. Akan tetapi orang hindu, misalnya, agak berbeda dengan menyebut Tuhan sebagai Sang Hyang Widhi Wasa karena hal itu adalah perannya bukan nama asli. Dalam lidah arab nama untuk Tuhan adalah Allah (ٱللّه). Suatu nama yang disandangkan kepada satu-satunya yang tertinggi dan yang menciptakan, memiliki, menguasai, mengatur alam semesta. Konsep ini sudah diakui sejak manusia pertama, baik kafir maupun beriman. Perhatikan, apa yang dikatakan oleh orang-orang kafir Makkah dalam QS 8:32 (Al Quran surat Al Anfâl [rampasan perang] ayat 32):
وَإِذْ قَالُوا۟ ٱللَّهُمَّ إِن كَانَ هَـٰذَا هُوَ ٱلْحَقَّ مِنْ عِندِكَ فَأَمْطِرْ عَلَيْنَا حِجَارَةًۭ مِّنَ ٱلسَّمَآءِ أَوِ ٱئْتِنَا بِعَذَابٍ أَلِيمٍۢ [٨:٣٢]
Terjemahan bebas: Dan (ingatlah) ketika mereka berkata: “Wahai Allah, jika hal ini benar dari Engkau, maka hujanilah atas kami batu-batu dari langit atau datangkanlah siksaan yang pedih.”

Dalam Al Quran banyak perkataan orang-orang kafir yang keluar dari mulut mereka menyebutkan kata Allah. Mereka mengakui keberadaan Tuhan yang tertentu yang berbeda dengan yang lain. Nabi-nabi bukanlah mengabarkan tentang adanya Tuhan, melainkan agar manusia mendefinisikan dan menyembahNya dengan cara yang benar.

Mari kita kembali perhatikan dua lafal dengan cermat dalam redaksi Al Quran, ternyata kedua lafal tersebut tidak dapat disamakan. Kalimah tauhid yang dalam bahasa Indonesia berbunyi: "Tiada tuhan selain Allah" hanyalah terjemahan dari kalimat: “lâ ilâha illallâh” (لا إلـٰه إلا اللّه). Tidak ditemukan lafal lain dalam Al Quran dan Sunnah. Sebagaimana disebutkan di atas, kata tuhan juga terjemahan dari lafal Rabb (ربّ). Tetapi mengapa tidak ada kalimat: “lâ rabba illallâh” (لا ربّ  إلا اللّه)?

Perhatikan ayat-ayat berikut ini:  QS 1:2, QS 13:16, QS 41:30, QS 2:147, QS 12:42, QS 9:129, QS 55:17, QS 2:21 dan QS 2:37. Lafal Rabb dihubungkan dengan berbagai objek seperti alam, langit, bumi, 'arsy, timur, barat, kami, kamu dst. Sebagai tambahan, perhatikan ayat-ayat QS 2:37 dan QS 12:42, lafalnya sama: Rabb. Meskipun demikian, maksudnya jelas berbeda. Pada QS 2:37 yang dimaksud adalah Allah sedangkan pada QS 12:42 yang dimaksud adalah Fir'aun. Artinya Al Quran mengakui kedudukannya sebagai sebagai rabb, namun tidak ada lafal ilâh baginya.

Sekarang perhatikan ayat-ayat QS 16:22, QS 25:43, QS 2:133 dan QS 114:3.  Lafal ilâh tidak pernah disematkan kepada hal lain, kecuali hanya bagi Allah semata dan hubungannya juga hanya dengan manusia saja. Mengapa lafal ini tidak dihubungkan dengan jin? Padahal juga makhluk berakal yang diperintah untuk menaati aturan sebagaimana yang ditetapkan bagi manusia. Bahkan makhluk lain juga selalu bertasbih yaitu malaikat. Hal ini dikarenakan perintah ibadah diturunkan kepada manusia sebagai makhluk termulia. Dengan demikian manusialah yang paling bertanggungjawab untuk menerima Al Quran dan manusia pula yang mendapat amanah khilafah di bumi.

Lebih jauh lagi implikasi dari lafal Rabb yang sering diasosiasikan dengan semua ciptaanNya, maka dapat difahami bahwa penggunaan lafal ini dalam AlQuran adalah untuk menanam keyakinan akan hakikat karuniaNya yang maha luas tak terbatas sehingga mendorong kita untuk sering berkomunikasi spiritual dengan baik dan benar. Allah yang mengatur alam semesta dengan sangat rapih dan teratur untuk kepentingan semua makhlukNya yang patut disyukuri setiap saat. Maka dengan demikian ibadah akan mengantar kita meraih kenikmatan di dunia dan akhirat. Dengan mengingat Allah sebagai Rabb, maka akan meningkatkan rasa pengharapan “raja’” (رجأ) padaNya. Karena pengertiannya yang luas, maka kata ini tidak dapat diterjemahkan dengan kata Tuhan sehingga tidak dapat dibedakan dengan peran Allah yang lain. Demikian juga tidak dapat diterjemahkan dengan satu makna saja dan meninggalkan makna-makna yang lain, yaitu: tuan, pencipta, pemberi rezeki, pendidik, pengatur, penyempurna dll.

Sedangkan implikasi dari lafal Ilâh adalah untuk menekankan hakikat kekuasanNya yang tak terbatas sehingga melahirkan kewajiban atas manusia untuk berkomunikasi spiritual dengan ibadah yang khusyu' disertai rasa takut dan mengagungkanNya. Dengan mengingat Allah sebagai Ilâh, maka akan rasa takut “khawf” (خوف) padaNya. Kata ini tidak dapat diterjemahkan dengan kata Tuhan sehingga tidak dapat dibedakan dengan peran Allah yang lain. Demikian juga tidak dapat diterjemahkan dengan satu makna saja dan meninggalkan makna-makna yang lain, yaitu: yang patut disembah, yang patut disyukuri atas nikmat yang diberikan, yang patut dipuji, yang patut ditakuti dll.


Perbedaan konsep kedua lafal ini sudah dimengerti oleh masyarakat arab pada masa Al Quran diturunkan. Keduanya ini sangat penting untuk dapat dimengerti dan dijaga dengan seimbang sehingga kita dapat beribadah dengan nikmat dan khusyu'. Konsep yang menerangkan peran Allah sebagai Rabb disebut tauhid rububiyyah dan konsep yang menerangkan peran Allah sebagai Ilâh disebut tauhid uluhiyyah. Penekanan terhadap salah satu kedua konsep ini sangat mewarnai perjalanan ibadah umat islam, sebagaimana contoh ekstrimnya adalah golongan mu'tazilah dan golongan jabariyyah.  Hal ini perlu diketahui tetapi bukan cakupan pembahasan ini.

Bagaimana kita dapat menangkap pesan Al Quran seutuhnya? Tidak ada jalan pintas, selain menguasai bahasa arab. Sekiranya tidak ditemukan terjemahan yang tepat untuk keduanya, maka lebih baik menggunakan transliterasi ke dalam huruf latin untuk bacaannya. Untuk selanjutnya kedua lafal ini tidak diterjemahkan sebagai Tuhan melainkan, menggunakan Rabb dan Ilâh agar dapat dibedakan makna dan tujuannya.

No comments:

Post a Comment