Bermula dari membaca
suatu blog yang mendiskreditkan Islam, saya menemukan suatu kutipan berbunyi:
7. Dalam QS 68 : 10-12 ”Janganlah kamu ikuti setiap orang yang banyak bersumpah lagi hina, yang banyak mencela, yang kian kemari menghambur fitnah, yang banyak menghalangi perbuatan baik, yang melampaui batas lagi banyak dosa …..”( ayat ini sangat cocok untuk menempelak Muhammad sendiri , yang gemar bersumpah lagi hina dan sering memfitnah orang Yahudi dan Kristen )
Ini bertentangan dgn ayat2 dibawah ini, dimana dia sering sekali bersumpah :
a ) QS 95: 1-3 "Demi (buah) Tin dan (buah) Zaitun dan demi bukit Sinai dan demi kota (Mekah)". Sebenarnya, bila seseorang bersumpah haruslah demi sesuatu yang lebih tinggi tingkatnya daripada dirinya, misalnya "demi Allah," bukan demi buah, bukit atau kota, apalagi bila Allah yang bersumpah. Allah tersebut tidak berani bersumpah demi dirinya atau demi namanya. Dalam QS.52:1,4 ia bersumpah lagi: "Demi bukit,… demi Baitul Makmur."
Saya copy/paste di
sini agar pembaca mengetahui apa yang dibicarakan. Mungkin orang ini juga
copy/paste dari sumber lain tanpa berpikir panjang akan apa yang dimaksud.
Mari kita baca sama-sama apa yang tertulis di
QS 95:1-3 (Al Quran surat At Tîn [buah/pohon ara] ayat 1-3)
وَٱلتِّينِ
وَٱلزَّيْتُونِ [٩٥:١]
وَطُورِ
سِينِينَ [٩٥:٢]
وَهَـٰذَا
ٱلْبَلَدِ ٱلْأَمِينِ [٩٥:٣]
Terjemahan bebas: Ayat 1: Demi buah/pohon
ara dan buah/pohon zaitun. Ayat 2: Demi gunung Sinai. Ayat 3: Demi
kota yang aman ini.
Di sini Al Quran memberitakan bahwa Allah SWT bersumpah,
bukan Nabi Muhammad SAW. Mengapa Allah perlu bersumpah segala? Apakah yang
disumpahkan itu lebih tinggi agar yang mendengarnya menjadi percaya? Maha Suci
Allah, dari yang disangkakan manusia. Allah SWT di atas segalanya dan tidak
memerlukan sekutu bagiNya. Seluruh semesta adalah ciptaan dan milikNya. Allah SWT
tidak membutuhkan makhluk tetapi sebaliknya makhluk yang membutuhkan Allah SWT.
Sumpah yang berasal dari Allah SWT berbeda dengan sumpah manusia. Sumpah Allah SWT
ditujukan kepada manusia untuk memperhatikan terlebih dulu apa dan bagaimana keadaan
makhluk atau peristiwa yang disumpahkan itu sebelum memberikan informasi
selanjutnya sehingga manusia yang membaca Al Quran akan memperhatikan dengan
seksama apa yang dibicarakan.
Sudah banyak mufassir yang mengulas ayat ini.
Akan tetapi, apa salahnya kita menggali lagi apa yang terkandung dalam
ayat-ayat ini. Mari kita perhatikan kembali: Demi buah/pohon ara, kenapa
harus memperhatikan buah/pohon ara, siapa dan peristiwa apa yang dikaitkan
dengan buah/pohon ara? Kemudian perhatikan: Demi buah/pohon zaitun; apa,
siapa dan ada peristiwa apa yang dikaitkan dengan buah/pohon zaitun? Dan selanjutnya perhatikan: Demi gunung
Sinai; apa, siapa dan peristiwa apa yang dikaitkan dengan gunung Sinai? Dan
sekarang perhatikan: Demi kota yang aman ini. Jelas, yang ini tidak akan
ada dalam kitab-kitab suci yahudi maupun kristen. Ini adalah kota Mekah yang
selalu aman dan tentu saja dikaitkan dengan Muhammad SAW.
- Buah/pohon ara diidentikkan dengan Nabi ‘Isa (as)/Yesus yang dibekali dengan kitab Injil/Gospel. Tidak ada tokoh lain yang berhubungan langsung dengan tanaman ini. Lihat kesaksian seseorang yang ditulis oleh Matius dalam Matius 21:19: Dekat jalan Ia melihat pohon ara lalu pergi ke situ, tetapi Ia tidak mendapat apa-apa pada pohon itu selain daun-daun saja. Kata-Nya kepada pohon itu: "Engkau tidak akan berbuah lagi selama-lamanya!" Dan seketika itu juga keringlah pohon ara itu. (Alkitab terjemahan baru, bagaimana dengan yang lama?). Bandingkan dengan: And when he saw a fig tree in the way, he came to it, and found nothing thereon, but leaves only, and said unto it, Let no fruit grow on thee henceforward for ever. And presently the fig tree withered away. (King James Bible). Perhatikan cara penterjemahan dalam kedua bahasa ini. Jika King James Bible diterjemahkan lagi ke bahasa Indonesia, dapat berbunyi: Ketika dia melihat pohon ara dalam perjalanan/di tengah jalan/menghalangi jalan. Sebaliknya jika Alkitab terjemahan baru diterjemahkan kembali ke bahasa inggris, dapat berbunyi: Near/beside/along/in proximity of the road/path/way, he saw a fig tree. Nuansa yang berbeda bukan?
- Buah/pohon zaitun diidentikkan dengan Nabi Dawud (as)/David yang dibekali dengan kitab Zabur/Mazmur (Psalms), hidup sebelum Nabi ‘Isa (as)/Yesus. Tidak ada tokoh lain yang mengaku dirinya seperti ini. Samuel mengurapinya dengan minyak zaitun. Gospel hanya menunjukkan Gunung Zaitun yang memang merujuk kepada David. Lihat kitab yang dipercaya orang sebagai tulisan David dalam Mazmur 52:8: Tetapi aku ini seperti pohon zaitun yang menghijau di dalam rumah Allah; aku percaya akan kasih setia Allah untuk seterusnya dan selamanya. (Alkitab terjemahan baru, yang lama adalah ayat 10). Bandingkan dengan: But I am like a green olive tree in the house of God: I trust in the mercy of God for ever and ever. (King James Bible).
- Gunung Sinai diidentikkan dengan Nabi Musa (as)/Moses yang dibekali dengan kitab Taurat/Torah (Pentateuch) yang ia terima di gunung itu, hidup sebelum nabi Dawud (as)/David. Tidak ada tokoh lain yang berhubungan langsung dengan gunung ini. Lihat kitab yang dipercaya ditulis oleh Musa dalam Keluaran 31:18: Dan TUHAN memberikan kepada Musa, setelah Ia selesai berbicara dengan dia di gunung Sinai, kedua loh hukum Allah, loh batu, yang ditulisi oleh jari Allah. (Alkitab terjemahan baru, bagaimana dengan yang lama?). Bandingkan dengan: And he gave unto Moses, when he had made an end of communing with him upon mount Sinai, two tables of testimony, tables of stone, written with the finger of God. (King James Bible).
- Kota Makkah diidentikkan dengan nabi Muhammad SAW yang menerima wahyu pertama di kota itu, tepatnya di gua Hira, Jabal Nûr (Gunung Cahaya).
Lho, mengapa urutannya demikian? Perhatikan
kata-kata Yesus dalam Matius 5:17: "Janganlah kamu menyangka, bahwa Aku
datang untuk meniadakan hukum Taurat atau kitab para nabi. Aku datang bukan
untuk meniadakannya, melainkan untuk menggenapinya.” (Alkitab terjemahan
baru, bagaimana dengan yang lama?). Bandingkan dengan: “Think not that I am
come to destroy the law, or the prophets: I am not come to destroy, but to
fulfil.” (King James Bible). David
juga demikian, lihat ayat-ayat dalam Mazmur pasal 119. Maka dari itu keduanya
disatukan dalam satu ayat saja dalam surat ini. Ara dan Zaitun adalah tanaman
khas tanah Palestina dan sekitarnya, walaupun dapat tumbuh di daerah lain. Nabi
yang diberikan hukum-hukum adalah Nabi Musa (as)/Moses. Gospel dan Mazmur hanya
berisi pelajaran moral bagi anak-anak Israel. Taurat/Torah terbagi dalam lima
kitab (Pentateuch) yang keseluruhannya diterjemahkan dalam bahasa Inggris
sebagai Law (Hukum).
Selanjutnya Allah SWT memberikan hukum-hukum
baru kepada nabi Muhammad SAW dalam Al Quran yang memperkuat hukum-hukum yang
sudah ada dalam Torah dan menambahkan hukum-hukum yang masalahnya belum dicakup
dalam kitab Taurat untuk dijadikan pegangan dalam menjalani hidup di dunia oleh
seluruh manusia sampai hari kiamat.
Lantas, apa
hubungannya sumpah dengan informasi selanjutnya. Mari kita simak QS 95:4-8 (Al
Quran surat At
Tîn [buah/pohon ara] ayat 4 sampai 8):
لَقَدْ
خَلَقْنَا ٱلْإِنسَـٰنَ فِىٓ أَحْسَنِ تَقْوِيمٍۢ [٩٥:٤]
ثُمَّ
رَدَدْنَـٰهُ أَسْفَلَ سَـٰفِلِينَ [٩٥:٥]
إِلَّا
ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ وَعَمِلُوا۟ ٱلصَّـٰلِحَـٰتِ فَلَهُمْ أَجْرٌ غَيْرُ
مَمْنُونٍۢ [٩٥:٦]
فَمَا
يُكَذِّبُكَ بَعْدُ بِٱلدِّينِ [٩٥:٧]
أَلَيْسَ
ٱللَّهُ بِأَحْكَمِ ٱلْحَـٰكِمِينَ [٩٥:٨]
Terjemahan bebas: ayat
4: Sesungguhnya telah Kami ciptakan manusia dalam keadaan keadaan proporsi/formasi
paling baik. Ayat 5: Kemudian Kami kembalikan dia (manusia) ke tempat
yang serendah-rendahnya. Ayat 6: Kecuali mereka yang beriman dan
mengerjakan perbuatan baik, maka bagi mereka balasan tiada habisnya. Ayat
7: maka kemudian apa-apa yang mereka sangkalkan padamu dalam agama. Ayat
8: Bukankah Allah yang paling bijaksana?
Saya tidak menggunakan
terjemahan resmi dari Departemen Agama, melainkan terjemahan bebas sesuai
bahasa. Tujuannya adalah agar pembaca dapat membayangkan bagaimana orang arab
kampung yang belum mengenal Islam menerima informasi ini. Pada umumnya
mufassirin menggambarkan secara harfiah bahwa manusia telah diciptakan dengan
segala kemampuannya yang sempurna. Oleh karena faktor umur, maka manusia secara
alamiah dikembalikan lagi keadaannya menjadi menjadi lemah seperti bayi.
Kecuali orang-orang yang beriman dan berbuat baik, mereka ini mempunyai
kehidupan yang berkualitas sehingga memperoleh kebahagiaan. Begitulah kira-kira
inti penafsiran yang saya pernah baca. Akan tetapi penafsiran ini sedikit korelasinya
dengan ketiga ayat pertama.
Saya bukan mufassir
dan tidak juga menguasai bahasa arab. Saya tidak ingin membuat tafsir baru
tentang Al Quran, hanya ingin mengungkapkan persepsi yang diperoleh dalam tadabbur
Al Quran. Ketika memperhatikan susunan ayat-ayat ini, saya
berharap menemukan kaitan antara sumpah dengan informasinya. Ibaratnya
bagaimana hubungan antara sampiran dan isi dalam peribahasa atau pantun-pantun
Melayu. Contoh: Berburu ke padang datar. Berguru kepalang ajar. Dengan
mengucapkan sampiran saja, orang yang mendengar sudah tahu apa yang dimaksud.
Dalam usaha ini, saya dapatkan petunjuk bahwa surat ini bersinggungan dengan
bagaimana kita menyikapi hukum dalam beragama dengan mengambil pelajaran dari
apa yang terjadi dalam perkembangan agama yahudi dan kristen.
Sesungguhnya Allah SWT
telah memberikan kepada manusia petunjuk kepada manusia berupa formasi hukum
yang sebaik-baiknya melalui kitab taurat yang diturunkan kepada Nabi Musa (as),
ayat 4. Akan tetapi karena mengikuti hawa nafsu pribadi dan terpengaruh
ajaran-ajaran berhala yang ada di sekelilingnya, para pemuka agama bani Isra’il
mulai menyimpang dari apa yang ada dalam kitab Taurat sepeninggal Nabi Musa
(as) sehingga membuat hukum baru bagi bani Isra’il. Jangan harap keadaan pada
masa itu seperti sekarang dalam mengakses kitab suci. Hanya orang-orang
tertentu saja yang dapat membacanya, eksklusif bagi keturunan Lewi. Dia anak ketiga nabi Ya’kub (as) yang mendapat
tugas khusus menangani urusan agama. Nabi Musa (as) adalah dari garis keturunan
ini. Orang biasa hanya pasrah mendengar keterangan dari para pemuka ini yang
dengan sesukanya menafsirkan apa yang ada dalam Taurat. Tidak
jarang pemuka agama membuat hukum baru sesuai dengan pesanan penguasa. Jika
tidak ada, mereka buat atas nama nabi Musa (as). Jika ada tetapi tidak menguntungkan mereka, maka hukum itu
disembunyikan. Agar bani Isra’il kembali menjalankan hukum asli sebagaimana
adanya dalam Taurat, Allah SWT senantiasa mengutus nabi-nabi berikutnya bagi
mereka. Di antaranya adalah Nabi Dawud (as) yang dibekali kitab Zabur.
Sepeninggal Nabi
Sulaiman (as), kerajaan terbagi dua. Masing-masing menganggap dirinya yang
paling otoritatif dalam beragama sehingga mereka menyebut nama Tuhan yang
berbeda. Israel Utara mengenal Tuhan sebagai Elohim dan Israel Selatan, Yahweh.
Persaingan keduanya terus memuncak sampai kemudian datang serbuan raja Nebukadnezar
yang menghancurkan tempat suci mereka dan membuang mereka sebagai suatu bangsa
ke tempat asing dan tercerai berai. Entah pada masa ini atau memang sudah
dipreteli sebelumnya, kitab asli Taurat hilang total. Selama ratusan tahun
dalam pembuangan, sebagian besar dari mereka tetap menjalankan agama mereka dengan
bimbingan nabi-nabi. Mereka dikembalikan lagi ke tanah Palestina oleh raja Persia,
Xerxes. Masa pembuangan adalah masa paling memalukan bagi mereka sebagai
bangsa, maka dibuatlah revitalisasi dalam agama dengan menyusun ulang kitab
Taurat berdasarkan gulungan-gulungan salinan yang telah terpecah-pecah dan
tersebar supaya dapat disusun lagi kejayaan masa lalu yang gemilang, kadang
secara berlebihan. Kitab Taurat ini disebut oleh orang Yahudi sebagai Tanakh. Intinya,
bangsa yahudi adalah bangsa pilihan Tuhan dan bangsa-bangsa lain adalah hamba
bagi mereka. Salah satu penyusunnya adalah Ezra (dalam Al Quran disebut Uzair).
Walaupun kemudian
diutus nabi-nabi agar mereka menjalankan kembali hukum-hukum Taurat yang asli,
pembangkangan mereka makin menjadi-jadi. Banyak sekte-sekte keagamaan yang
muncul seperti Parisi, Saduki, Esenes dll. Bermunculan juga kitab-kitab tafsir
seperti Talmud, Gemara, Midrash dll yang lebih mereka percayai otoritasnya
daripada Taurat yang asli. Pada puncak praktek keagamaan yang menyimpang ini,
diutuslah nabi ‘Isa (as) dengan dibekali kitab Injil. Sebagian ada yang kembali
kepada hukum Taurat seperti golongan yang dipimpin oleh Nabi Yahya (as). Mereka
inilah bagian orang-orang yang mendapat balasan tiada henti, ayat 6. Akan tetapi sebagian besar tetap membangkang
dan menganggap Nabi ‘Isa (as) adalah penipu yang mengaku-ngaku sebagai nabi.
Terselip di antara kedua golongan ini, yaitu golongan ketiga yang menganggap
bahwa, selain membawa hukum baru yang menghapus hukum Taurat, Nabi ‘Isa (as) juga
adalah anak Tuhan, walaupun belum mempunyai konsep yang jelas. Golongan ini dimotori
oleh Paulus yang belum pernah bertemu dengan nabi ‘Isa (as). Pada masa ini
untuk kedua kalinya tempat suci bangsa Yahudi dihancurkan. Kali ini oleh bangsa
Romawi yang dipimpin Titus sehingga mereka tercerai berai keluar dari tanah
Palestina.
Orang-orang yahudi
yang tersebar di seluruh penjuru terus mengembangkan tafsir mereka sendiri
dalam keagamaan yang bertentangan dengan isi Taurat. Salah satu fokus mereka
adalah pada hal-hal yang bersifat perekonomian agar dapat bertahan hidup
sebagai golongan minoritas di negara asing, dengan mengembangkan konsep modal
dan pinjam meminjam dengan sistem riba kepada penduduk setempat yang tanpa
sadar telah diekploitasi oleh mereka.
Golongan yang asalnya
minoritas, lama kelamaan menjadi besar dengan menambahkan pemeluknya dari bukan
orang yahudi. Istilah bagi mereka adalah gentile, dalam bahasa ibrani disebut goyim,
atau dalam bahasa arab disebut ‘ajam. Agar dapat mengakomodasi para pemeluk
baru yang asing dengan ajaran Tuhan Yang Esa dalam agama Yahudi, maka mulailah
dimasukkan sedikit demi sedikit unsur-unsur ketuhanan dalam diri Yesus. Selain
menghapus hukum-hukum taurat (walaupun tidak konsisten), golongan ini kemudian
memasukkan ide-ide filsafat politeisme dari filsafat Plato, Phytagoras,
Socrates dll. ke dalam agama baru ini oleh pemuka-pemuka mereka seperti Origen,
Tertullian, Athanasius dll. Ide tentang ketuhanan Yesus dan trinitas ditentang
oleh sebagian besar pemeluk yang di antaranya Patriarch kota
Alexandria,
Arius, sehingga menimbulkan pertumpahan darah berkepanjangan. Akhirnya kaisar
Konstantin, yang masih menyembah berhala, berinisiatif menghentikan kekacauan
dalam wilayah kekuasaannya dengan mengadakan konsili di Nicaea pada 325 M. Keputusan pentingnya
adalah gereja resmi memproklamirkan ketuhanan Yesus sebagai basis kepercayaan
bagi orang-orang kristen. Yang tidak mengakui hal ini ditangkapi dan dipaksa
merubah keyakinannya. Karena sudah tidak ada lagi pertentangan, gereja resmi
kemudian terus memperkuat kedudukannya dengan hukum-hukum baru berdasarkan
hukum Romawi. Pada akhirnya sudah jauh sekali menyimpang dari ajaran Yesus yang
asli dengan adanya dosa warisan, surat
pengampunan dosa dll.
Dalam keadaan
keagamaan yang paling rendah ini (ayat 5), maka Nabi Muhammad SAW diutus kepada
seluruh manusia dengan dibekali Al Quran yang memperkuat kembali hukum-hukum
Taurat yang telah diabaikan oleh orang Yahudi dan Kristen dan kemudian menambahkan
hukum-hukum baru mengenai masalah yang belum dicakup sehingga selalu sesuai
dengan perkembangan intelektualitas manusia sepanjang jaman sampai hari kiamat.
Walaupun sudah jelas hukum-hukum yang ada dalam Al Quran memperkuat apa yang
ada dalam Taurat, masih saja orang-orang Yahudi dan Kristen menyangkalnya, ayat
7. Mereka mengada-ada dengan meminta
bukti bahwa Al Quran turun dari langit. Perhatikan ayat QS 4:153 (Al Quran surat An Nisâ’
[perempuan-perempuan] ayat 153):
يَسْـَٔلُكَ
أَهْلُ ٱلْكِتَـٰبِ أَن تُنَزِّلَ عَلَيْهِمْ كِتَـٰبًۭا مِّنَ ٱلسَّمَآءِ ۚ فَقَدْ سَأَلُوا۟ مُوسَىٰٓ أَكْبَرَ مِن ذَٰلِكَ فَقَالُوٓا۟ أَرِنَا
ٱللَّهَ جَهْرَةًۭ فَأَخَذَتْهُمُ ٱلصَّـٰعِقَةُ بِظُلْمِهِمْ ۚ ثُمَّ ٱتَّخَذُوا۟ ٱلْعِجْلَ مِنۢ بَعْدِ مَا جَآءَتْهُمُ ٱلْبَيِّنَـٰتُ
فَعَفَوْنَا عَن ذَٰلِكَ ۚ وَءَاتَيْنَا مُوسَىٰ سُلْطَـٰنًۭا مُّبِينًۭا [٤:١٥٣]
Terjemahan bebas: Orang Yahudi dan Kristen
meminta padamu agar diturunkan atas mereka kitab dari langit. Maka sesungguhnya
mereka telah meminta pada Musa yang lebih besar dari itu. Kemudian mereka
berkata: “Tampakkan Allah pada kami dengan secara terbuka.” Maka menyambarlah
petir atas mereka karena kedegilan mereka. Kemudian mereka mengambil anak sapi
sesudah keterangan yang jelas datang pada mereka. Maka Kami biarkan (untuk
sementara) tentang hal itu dan kami berikan Musa wewenang yang nyata (untuk
menangani kaumnya).
Juga QS 28:46 (Al
Quran surat Al
Qashash [kisah-kisah] ayat 46):
وَمَا كُنتَ
بِجَانِبِ ٱلطُّورِ إِذْ نَادَيْنَا وَلَـٰكِن رَّحْمَةًۭ مِّن رَّبِّكَ لِتُنذِرَ
قَوْمًۭا مَّآ أَتَىٰهُم مِّن نَّذِيرٍۢ مِّن قَبْلِكَ لَعَلَّهُمْ يَتَذَكَّرُونَ
[٢٨:٤٦]
Terjemahan bebas: Dan tidaklah kamu berada
di sekitar gunung Sinai ketika Kami memanggil (Musa) tetapi (dengan otoritas
yang sama kamu diutus) sebagai suatu kasih sayang dari Rabbmu agar kamu memberi
peringatan pada kaum yang tidak datang pada mereka seorang pemberi peringatan
sebelum kamu, mudah-mudahan mereka akan mengingatnya.
Dengan kedua ayat ini
Allah SWT memberitahu bahwa mereka akan menyangkal kebenaran Nabi Muhammad SAW
sehingga mengada-ada dengan meminta bukti dari langit. Padahal mereka tahu
bahwa pendahulu mereka meminta hal yang lebih besar kepada Nabi Musa (as), yaitu
agar Allah SWT ditampakkan pada mereka. Kemudian dengan otoritas yang sama Nabi
Muhammad SAW diutus untuk menyampaikan peringatan agar mereka mau mengingat
kembali apa yang pernah terjadi. Bagi yang mau mengingat kemudian beriman dan
berbuat baik, maka memperoleh kebahagiaan, ayat 6. Jika tidak mau ingat, tidak
perlu diresahkan. Percayakan semua kepada Allah SWT. Bukankah dia akan memberi
petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki? (Ayat 8).
Pelajaran yang dapat
dipetik dari surat
bagi muslimin adalah agar tulus berpegang kepada hukum-hukum yang tercantum
dalam Al Quran karena itu adalah sebaik-baiknya formasi hukum, dan jangan
memperturutkan hawa nafsu dan jangan mengambil hukum selain dari Allah SWT.
Lihatlah akibatnya apa yang terjadi pada umat-umat terdahulu. Sekali mereka
memperturutkan hawa nafsu atau mengambil hukum selain dari Allah SWT, maka
kemerosotan niscaya menimpa. Berhati-hatilah dalam bersinggungan dengan
ajaran-ajaran yang bertentangan dengan Al Quran. Jangan ambil hal-hal tersebut
menjadi hukum, walaupun harus menderita karena itu. Hanyalah orang yang beriman
dan berbuat baik yang akan memperoleh balasan tiada henti, baik di dunia maupun
di akhirat. Apa lagi yang harus disangkal? Tawakkal selalu kepada Allah SWT, bukankah
Allah SWT sangat bijaksana?
Wallahu a’lam.
No comments:
Post a Comment